Dinasti
Warmadewa
Salah satu
dinasti kerajaan yang terbesar di Kepulauan Nusantara dan semenanjung Asia
Tenggara adalah dinasti Warman atau Warmadewa. Warmadewa berasal dari bahasa
Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau Dilindungi Dewa.
Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan
Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa
dan ada pula berwangsa Sanjaya .
Pada saat
berikutnya, kerajaan Sriwijaya berekspansi menguasai pantai utara Jawa dan
Bali, mendirikan wangsa Sailendra di Jawa Tengah dan kerajaan Singhadwara di
Bali. Jadi leluhur raja-raja dinasti Warmadewa diyakini berasal dari India,
sehingga berdasarkan berita dari It-Sing,pada tahun 695 M, adat tradisi di
semua negara tadi hampir serupa, karena mereka menganut agama dan kebudayaan
yang hampir sama berasal dari India. Mengapa mereka yaitu kaum Shaka, Pallawa
dan Yawana menyebar meninggalkan India? Ini disebabkan pada awal tarikh masehi
kaum Kushan ( Mongol) mendesak mereka ke India bagian selatan(wilayah
Tondaimandalam,sebelah barat Madeas), dimana para pewaris mereka mendirikan
kerajaan Pallawa. Kemudian pada abad ke-4, Samudra Gupta(335-375) menaklukkan
kerajaan Pallawa, yang mana penaklukkan ini menyebabkan banyak vassal raja
Pallawa pergi meninggalkan India menuju Funan , Kutai, Sumatra dan Jawa.
Sejak itu,
kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah kekuasaan dinasti Warmadewa. Dinasti
Warmadewa dilihat dari asal usulnya merupakan campuran dari bangsa
Yunani(Yawana), Persia(Pallawa) dan Shaka. Konon , berdasarkan Sejarah Melayu
karya Tun Sri Lanang tahun 1612, dinasti Warmadewa merupakan keturunan dari
Raja Makedonia-Yunani, Alexander Yang Agung(Iskandar Zulkarnaen) yang pernah
menguasai India pada abad IV SM. Kemudian diceritakan, ada keturunan Beliau
datang ke Sumatera dan menjadi cikal bakal dinasti Warmadewa bermula di Bukit
Siguntang ,Palembang. Beliau adalah Paduka Sri Tri Bhuana yang menjadi pangkal
empat jurai rajakula di Asia Tenggara, yaitu Palembang(Sriwijaya), Majapahit,
Semenanjung Malayu dan Minangkabau8. Menarik juga untuk dicermati, kata
Alexander mempunyai arti pria yang melindungi atau pria yang dilindungi, makna
yang sama dengan kata Warmadewa.
2. Dalem Sri
Kesari pendiri Dinasti Warmadewa di Bali
Raja dinasti
Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari Warmadewa [ yang bermakna
Yang Mulia Pelindung Kerajaan Singha]1 yang dikenal juga dengan Dalem
Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau
berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari
Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga di
pesisir utara Jawa Tengah/Semarang sekarang. Persaingan dua kerajaan antara
Mataram dengan raja yang berwangsa Sanjaya dan kerajaan Sriwijaya dengan raja
berwangsa Syailendra( dinasti Warmadewa) terus berlanjut sampai ke Bali.
Di Bali, Sri
Ratu Ugrasena (915-942), raja kerajaan Singhamandawa (pusat istana di Sukawana,
Penulisan, Bangli) yang berkaitan dengan kerajaan Kanuruhan dan
Mataram(Sanjayawangsa) bersaing dengan Dalem Sri Kesari Warmadewa yang mulanya
beristana di Bhumi Kahuripan Singhadwara (dekat Pura Besakih sekarang) kemudian
memindahkan ibukota ke Pejeng. Di dalam Purana Bali Dwipa, diceritakan Dalem
Sri Kesari Warmadewa menaklukkan raja Mayadanawa yang memerintah di Bali dimana
pada masanya melarang upacara dewa yajna di Pura Kahyangan seluruh Bali7. Oleh
Dalem Sri Kesari, pura-pura yang rusak kemudian diperbaiki, setelah itu beliau
mengadakan upacara yajna untuk memuja Tuhan dan menghormati para leluhur
dilaksanakan pada hari Budha Kliwon Dunggulan yang kelak disebut hari Galungan
atau hari kemenangan. Pulau Bali kembali menjadi aman dan makmur serta wilayah
kekuasaan meliputi Makasar, Sumbawa, Sasak dan Blambangan.
Rupanya
persaingan ini dimenangkan oleh dinasti Warmadewa, karena sejak tahun 942 tidak
ada lagi prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Ratu Ugrasena. Dalem Sri Kesari
Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan penguasa
di Bali mewakili kekuasaan Sriwijaya. Kemungkinan beliau adalah keturunan dari
Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara penulisan prasasti , kesamaan
dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan nama dinasti Warmadewa.
Berdasarkan prasasti Blanjong di Singhadwara,Sanur, prasasti Panempahan di
Tampaksiring dan prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian
paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 9135, beliau berhasil
mengalahkan musuh-musuhnya baik di luar pulau maupun di pedalaman Bali. Tapi
kemenangan ini mungkin tidak menyeluruh karena di pedalaman wilayah kraton
Singhamandawa masih berkuasa Sri Ratu Ugrasena hingga tahun 942.
Persaingan
antara dua dinasti mungkin sekali berubah menjadi kerjasama, apakah melalui
perkawinan atau yang lain, karena setelah berakhirnya masa Sri Ratu Ugrasena,
yang menjadi raja di Bali adalah dari dinasti Warmadewa yaitu keturunan Dalem
Sri Kesari, Sang Ratu Aji Tabanendra Warmadewa(955-967), beliau juga bergelar
Sri Candrabhaya Singhawarmadewa atau Indra Jayasingha Warmadewa, memerintah
bersama istrinya Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Warmadewi, yang mendirikan
pemandian Tirta Empul Tampaksiring pada tahun 960. Semasa pemerintahannya
beliau memperkenankan pendeta Siwa mendirikan pertapaan di Air Madatu, tempat
dimakamnya Sang Ratu Ugrasena. Situasi seperti ini sangat mirip dengan situasi
di Jawa pada masa Kerajaan Mataram, dimana ada persaingan kekuasaan sekaligus
kerjasama antara dua dinasti, Sanjaya dan Syailendra. Selanjutnya kekuasaan
digantikan oleh putra beliau, Sri Jana Sadhu Warmadewa.
Pada masa
beliau ini, konon Bali pada tahun 983 dikuasai oleh Ratu Sri Maharaja Sriwijaya
Mahadewi yang diperkirakan berasal dari kerajaan Sriwijaya. Setelah itu
berkuasa Sri Dharma Udayana Warmadewa(989-1011). Beliau lahir sekitar tahun
963. Sebelum menjadi raja di Bali, beliau pergi ke Jawa Timur, untuk
mempersiapkan diri menjadi raja dengan mendirikan pemandian Jalatunda tahun 987
dan melakukan tapabrata di puncak Gunung Penanggungan. Pada saat pemerintahan
Sri Udayana adalah puncak kejayaan dinasti Warmadewa di Bali, beliau
mempersunting putri dari Jawa Timur, Mahendradatta Gunaprya Dharmapatni, putri
dari raja kerajaan Watu Galuh Sri Makuta Wangsa Wardhana. Saudara Mahendradatta
adalah Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama Tunggadewa, yang menggantikan
ayahnya menjadi raja Watu Galuh3,6.
Pada masa
pemerintahan beliau berdua, Udayana dan Mahendradatta, datang ke Bali seorang
pendeta besar bernama Mpu Kuturan, kakak seperguruan dari Mpu Bharadah,
melakukan reformasi terhadap agama Hindu dengan menyatukan sembilan sekte di
Bali menjadi Tri Murti dan nama agama disepakati adalah Agama Siwa-Buddha. Raja
Udayana memiliki 3 orang putra, yang pertama adalah Sri Airlangga,lahir tahun
1000 yang kelak menjadi Raja Kahuripan,yang kedua,Sri Wardhana Marakata Pangaja
Tungadewa(1011-1049), menjadi raja menggantikan ayahandanya, dan yang ketiga
Sri Anak Wungsu, yang naik tahta menggantikan kakaknya(1049-1079). Setelah
wafat, kekuasaan dipegang oleh Sri Maharaja Sri Walaprabhu. Setelah itu sejak
tahun 1088, kekuasaan dijalankan oleh putri Sri Anak Wungsu yaitu Ratu
Sakalindhu Kirana(1088-1101), dengan gelar Paduka Sri Maharaja Sri Sakalindu
Kirana Sana Guna Dharma Laksmi Dhara Wijaya Utunggadewi atau Paduka Sri
Maharaja Gon Karunia Pwa Swabhawa Paduka Sri Saksatnira Harimurti Jagatpalaka
Nityasa., beliau merupakan raja putri yang pertama di Bali. Kemudian dari istri
yang lain, dua putera yaitu, Sri Suradhipa, menjadi raja pada tahun 1101-1119,
dilanjutkan oleh sang adik yaitu Sri Jayasakti(1119-1150).
Sebelum Sri
Jayapangus berkuasa, yang menjadi raja di Bali adalah Hari Prabhu. Hari Prabhu
yang juga dikenal dengan nama Ragajaya berkuasa selama 27 tahun. Sri Jayapangus
berkuasa mulai sekitar tahun 1177 sampai tahun 1181. Sri Jayapangus digantikan
oleh Sri Maharaja Sri Arya Dingjaya Katana(1181-1200), kemudian dilanjutkan
oleh anaknya Sri Maharaja Aji Ekalayalancana(1200-1204). Kemudian, yang menjadi
raja adalah Batara Guru Aji Kunti Kontana, yang memiliki dua anak ( kembar)
putra dan putri, yang putra bernama Sri Dhanadiraja Lancana dan yang putri
bernama Sri Dhanadewi Ketu, keduanya dinikahkan dan kelak dinobatkan menjadi
raja dengan gelar Mahasora Mahasori atau Mahewara Maherswari atau Sri
Masula-Masuli. Selanjutnya yang menjadi raja adalah Sri Hyang Ninghyang Adidewa
Lancana(1260-1286), kekuasaannya berakhir setelah Bali ditaklukkan oleh
kerajaan Singhasari dengan rajanya bernama Sri Kertanegara, yang kemudian
menugaskan Patih Kebo Parud menjadi pelaksana kekuasaan di Bali.
Setelah
kerajaan Singhasari dihancurkan oleh Jayakatwang, Raja Gelang-Gelang,Kediri,
maka kekuasaan di Bali dipegang oleh Sri Mahaguru Dharma Hutungga Warmadewa,
kerajaannya disebut Bata Anyar, berkuasa hingga 1328 . Setelah itu, beliau
digantikan putranya yaitu Sri Tarunajaya atau Sri Walajaya Kertaningrat yang
berkuasa hingga tahun 1337 . Sesudah itu yang menjadi penguasa di Bali adalah
Sri Tapolung yang bergelar Sri Asta Asura Ratna Bhumi Banten(1337-1343). Beliau
disebut juga Dalem Sri Bedahulu , adalah raja dinasti Warmadewa terakhir yang
berkuasa di Bali, karena sejak tahun 1343, Bali ditaklukkan oleh kerajaan
Majapahit, dimana prajurit Majapahit yang menyerang Bali berada di bawah
pimpinan Sang Adityawarman dan Gajah Mada.
3. Penutup
Dalem Sri
Kesari merupakan tokoh sejarah, ini bisa dibuktikan dari beberapa prasasti yang
beliau tinggalkan seperti prasasti Blanjong di Singhadwara,Sanur, prasasti
Panempahan di Tampaksiring dan prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis
pada bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913. Dalem Sri
Kesari Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan
penguasa di Bali mewakili kekuasaan kerajaan lain yaitu Sriwijaya. Kemungkinan
beliau adalah keturunan dari Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara
penulisan prasasti , kesamaan dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan
nama dinasti Warmadewa.
Kerajaan
Buleleng
Kerajaan
Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali yang didirikan sekitar pertengahan abad
ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I
Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh
wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.
I Gusti
Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah
putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg
berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan
supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti
Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti
Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa
asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti
Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng,
yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan).
Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng
mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng
tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752.
Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I
Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya
adalah putranya bernama I Gusti Paang Canang yang berkuasa sampai 1821.
Pada tahun
1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak
rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut
Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan
laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda
dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan
Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Kerajaan
Bedahulu
Kerajaan
Bedahulu atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai
abad ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: pèjèng) atau
Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh
raja-raja keturunan dinasti Warmadewa. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem
Bedahulu) menentang ekspansi kerajaan Majapahit pada tahun 1343, yang dipimpin
oleh Gajah Mada, namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu
kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (Dalem
Makambika) berhasil dikalahkan tahun 1347.
Setelah itu
Gajah Mada menempatkan seorang keturunan brahmana dari Jawa bernama Sri Kresna
Kepakisan sebagai raja (Dalem) di pulau Bali. Keturunan dinasti Kepakisan
inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di
Pulau Bali.
Raja-raja
Bedahulu:
Sri Wira
Dalem Kesari Warmadewa - (882-913)
Sri Ugrasena
- (915-939)
Agni
Tabanendra
Warmadewa
Candrabhaya
Singa Warmadewa - (960-975)
Janasadhu
Warmadewa
Sri
Wijayamahadewi
Dharmodayana
Warmadewa (Udayana) - (988-1011)
Gunapriya
Dharmapatni (bersama Udayana) - (989-1001)
Sri Ajnadewi
Sri Marakata
- (1022-1025)
Anak Wungsu
- (1049-1077)
Sri Maharaja
Sri Walaprabu - (1079-1088)
Sri Maharaja
Sri Sakalendukirana - (1088-1098)
Sri
Suradhipa - (1115-1119)
Sri
Jayasakti - (1133-1150)
Ragajaya
Sri Maharaja
Aji Jayapangus - (1178-1181)
Arjayadengjayaketana
Aji
Ekajayalancana
Bhatara Guru
Sri Adikuntiketana
Parameswara
Adidewalancana
Mahaguru
Dharmottungga Warmadewa
Walajayakertaningrat
(Sri Masula Masuli atau Dalem Buncing)
Sri Astasura
Ratna Bumi Banten (Dalem Bedahulu) - (1332-1343)
Dalem Tokawa
(1343-1345)
Dalem Makambika
(1345-1347)
Dalem Madura
Sisa
peninggalan
Perlawanan
kerajaan Bedulu terhadap Majapahit oleh legenda masyarakat Bali dianggap
melambangkan perlawanan penduduk Bali asli (Bali Aga) terhadap serangan Jawa
(Wong Majapahit). Beberapa tempat terpencil di Bali masih memelihara
adat-istiadat Bali Aga, misalnya di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli; di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem;
serta di desa-desa Sembiran, Cempaga Sidatapa, Pedawa, Tiga Was, Padangbulia di
Kabupaten Buleleng.
Beberapa
obyek wisata yang dianggap merupakan peninggalan kerajaan Bedulu, antara lain
adalah pura Jero Agung, Samuan Tiga, Goa Gajah, Pura Bukit Sinunggal.
Kerajaan
Gelgel
1. Munculnya
kerajaan Gelgel
Gelgel
adalah nama sebuah desa yang terletak di Kabupaten daerah tingkat II Klungkung.
Dari Desa Samprangan, jaraknya tidak begitu jauh, hanya 17 km menuju jurusan
Timur. Letaknya tidak begitu jauh dari pantai Selatan Bali dan di sebelah Timur
mengalir Kali Unda yang airnya bersumber dari lereng Gunung Agung yaitu mata
air yang bernama Telaga Waja.
2.
Pemerintahan Raja-Raja Gelgel
a. Dalem
Ktut Ngulesir
Merupakan
raja pertama dari periode Gelgel yang berkuasa selama lebih kurang 20 tahun
(tahun 1320-1400). Ada beberapa yang dapat diamati selama masa pemerintahan
raja Gelgel pertama, raja dikatakan berparas sangat tampan ibarat Sanghyang
Semara, serta memerintah dengan bijaksana dan selalu berpegang pada Asta Brata.
Dalem Ktut
Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang
yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah.
Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa
"Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa
Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.
Pada masa
pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar,
dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan
Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja
yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung,
Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).
b. Dalem
Batur Enggong
Dalem Batur
Enggong memerintah mulai tahun 1460 M dengan gelar Dalem Batur Enggong Kresna
Kepakisan, dalam keadaan negara yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh
almarhum Dalem Ktut Ngulesir, para mentri dan pejabat-pejabat lainnya demi
untuk kepentingan kerajaan.
Dalem dapat
mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial
politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit
tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan
sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka
dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti
Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.
c. Dalem
Bekung
Setelah
wafatnya Dalem Watur Enggong, maka menurut tradisi yang berlaku, baginda
digantikan oleh putra sulungnya yaitu I Dewa Pemayun, yang selanjutnya disebut
Dalem Bekung. Karena umurnya belum dewasa, maka pemerintahannya dibantu oleh
para paman dan Patih Agung. Para paman yang membantu adalah : I Dewa Gedong
Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Pagedangan, I Dewa Anggungan dan I Dewa Bangli.
Kelima orang itu adalah putra I Dewa Tegal Besung saudara sepupu Dalem
Waturenggong.
d. Dalem Sagening
Dalem
Sagening dinobatkan menjadi raja pada tahun 1580 M. Menggantikan Dalem Bekung
dalam suasana yang amat menyedihkan, dan Dalem Sagening seorang raja yang amat
bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang singkat keamanan
kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah Kryan Agung Widia
putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler Prenawa diberikan
kedudukan Demung.
Dalem
Sagening menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu, dengan
jabatan sebagai anglurah antara lain :
1. I Dewa
Anom Pemahyun,
ditempatkan
di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun 1541 M, dengan
patih I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur
sungai Unda sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai
dengan Ponjok Batu.
2. I Dewa
Manggis Kuning,( I Dewa Anom Manggis)
beribu
seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan
penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa
meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.
3. Kyai
Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di
Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan.
Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji
Sakti.
e. Dalem
Anom Pemahyun
Setelah
Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan
menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem
belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan
pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.
f. Dalem
Dimade
Setelah
Dalem Anom Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I Dewa Dimade dinobatkan
menjadi susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem Dimade 1665-1686, seorang
raja yang sabar, bijaksana dalam mengemban tugas, cakap memikat hati rakyat.
Patih Agung adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung Maruti) berkemauan keras dan
bercita-cita tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak angkat I Gusti Agung Kedung.
Sebagai demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan Tumenggung adalah Kryan
Bebelod.
g. Kryan
Agung Maruti
Kebesaran
kerajaan Gelgel yang pernah dicapai kini hanya tinggal kenang-kenangan di dalam
sejarah. Setelah Dalem Dimade meninggalkan istana Gelgel tahun 1686 M maka
kekuasaan di pegang oleh Kryan Agung Maruti sebagai raja Gelgel. Namun Bali
tidak lagi merupakan kesatuan di bawah kekuasaan Gelgel, malainkan Bali
mengalami perpecahan di antara para pemimpin, kemudian mucul kerajaan-kerajaan
kecil yang berdaulat, sehingga daerah kekuasaan Kryan Maruti tidak seluas
daerah kekuasaan kerajaan Gelgel yang dahulu.
3. Aspek
Sosial Budaya
a. Struktur
Pemerintahan
Raja sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum
bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau
pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan
yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan
antara raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan
suatu sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari
raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.
Dari pendeta
Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah
keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang
Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri
Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah
Komala.
b. Sistem
Kepemimpinan
Golongan
ksatria memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk
memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra
memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan
mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang
jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan
Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau
"Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung
Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.
Untuk
mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan
adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku
yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul
Sang Hyang Agama.
Setelah
Dalem Batur Enggong wafat digantikan oleh Dalem Sagening dari tahun 1380-1665
M. Pada masa ini muncul Pujangga, Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang
: 1. Amurwatembang, 2. Rangga Wuni, 3. Amerthamasa, 4. Gigateken, 5. Patal, 6.
Sahawaji, 7. Rarengtaman, 8. Rarakedura, 9. Kebo Dungkul, 10. Tepas dan 11.
Kakansen. Sedangkan Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta, Rakkriyan
Manguri mengarang : Arjunapralabdha, Pandya Agra Wetan mengarang : Bali
Sanghara.
Prasasti
Bercorak Hindu
Prasasti
adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama.
Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta. Arti sebenarnya adalah "pujian".
Namun kemudian dianggap sebagai "piagam, maklumat, surat keputusan,
undang-undang atau tulisan". Di kalangan ilmuwan prasasti disebut
inskripsi, sementara di kalangan orang awam disebut batu bertulis atau batu
bersurat.
Prasasti
Blanjong
Prasasti
Blanjong adalah prasasti bertarikh 913 M, yang memuat sejarah tertulis tertua
tentang Pulau Bali (yaitu dalam bentuk kata Walidwipa). Prasasti ini ditemukan
di daerah Sanur, Denpasar, Bali.
Prasasti
Blanjong dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa.
Bentuknya berupa pilar batu setinggi 177 cm, dan bergaris tengah 62 cm.
Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari
dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
Situs
prasasti ini termasuk dalam lingkungan pura kecil, yang melingkupi pula tempat
pemujaan dan beberapa arca kuno.