Kamis, 05 Desember 2013

Pola Hunian dan Sistem Kepercayaan Manusia Purba



POLA HUNIAN

Lingkungan merupakan faktor penentu manusia memilih lokasi permukiman. Oleh karena itu, manusia memperhatikan kondisi lingkungan dan penguasaan teknologi. Terdapat beberapa variabel yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, antara lain:

1.   1. Tersedianya kebutuhan akan air, adanya tempat berteduh, dan kondisi tanah yang tidak terlalu lembab,

2. 2. Tersedianya sumber daya makanan baik berupa flora-fauna dan faktor-faktor yang memberikan kemudahan di dalam cara-cara perolehannya (tempat untuk minum binatang, batas-batas topografi, pola vegetasi),

3.  3. Faktor-faktor yang memberi elemen-elemen tambahan akan binatang laut atau binatang air (dekat pantai, danau, sungai, mata air) (Subroto,1995:133-138;Butzer,1984:14-21).

Kehidupan manusia pada masa prasejarah tergantung pada lingkungan dan penguasaan teknologi. Sumber-sumber subsistensi dari lingkungan ditambah dengan penguasaan teknologi pada masa itu, mengakibatkan pola kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Selain itu, manusia juga memanfaatkan bentukan alam untuk mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, gua dan ceruk menjadi salah satu alternatif tempat tinggal bagi manusia pada masa prasejarah (Nurani,1999:1-13).

Selain sumber daya yang memadai, aspek-aspek fisik lingkungan merupakan faktor penting lainnya yang menentukan kelayakan suatu lokasi untuk permukiman. Dalam kaitannya dengan hunian gua, faktor-faktor tersebut meliputi morfologi dan dimensi tempat hunian, sirkulasi udara, intensitas cahaya, kelembaban, kerataan dan kekeringan tanah, dan kelonggaran dalam bergerak (Yuwono,2005).

Kawasan Gunung Sewu merupakan daerah yang bercirikan ribuan bukit karst yang menampilkan sejarah kehidupan manusia, setidaknya sejak kala Pleistosen Akhir hingga Holosen Awal. Salah satu karakter budaya yang khas adalah pemanfataan gua dan ceruk secara intensif. Ekskavasi yang telah dilakukan di sejumlah gua hunian prasejarah di Gunungkidul memberikan gambaran adanya aktivitas pemanfaatan bahan baku yang tidak berasal dari wilayah permukimannya. Beberapa temuan yang didapatkan di gua-gua itu merupakan hasil dari daerah pantai, bukan dari daerah pedalaman, seperti peralatan dan perhiasan dari cangkang kerang laut dan juga adanya temuan hasil eksploitasi daerah pantai di situs-situs pedalaman tetapi belum diketahui bagaimana temuan itu dapat sampai di pedalaman. Dari hasil barter antara komunitas pantai dan pedalaman, atau hasil eksploitasi komunitas pedalaman di daerah pantai. Dengan terungkapnya bagaimana hubungan itu terjadi maka data tersebut berguna untuk memahami proses penghunian dan migrasi manusia purba di Jawa dan Indonesia (Tanudirjo dkk,2003:1–2).

Data yang diperoleh dari hasil survei penelitian pendahuluan di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul yang dilakukan oleh Tim PTKA UGM pada tahun 2003 (Tanudirjo, dkk., 2003; Yuwono, 2005: 40-51; lihat Peta 1) dan survei lanjutan oleh penulis pada tahun 2006 diketahui adanya 53 situs gua dan 23 diantaranya merupakan situs gua dan ceruk yang potensial dijadikan hunian pada masa prasejarah. Dari hasil PTKA tahun 2003 tersebut diketahui adanya pola spasial gua dan ceruknya, terdiri atas tiga kelompok yaitu daerah pesisir, daerah pedalaman, dan daerah ‘antara’. Namun dari penelitian tersebut tipe hunian gua dan ceruk tersebut belum diketahui, gua untuk hunian sementara atau atau hunian menetap.

 

Sejarah api pertama kali ditemukan

 

Dalam sejarah banyak sekali penemuan-penemuan yang sangat membantu bagi kehidupan kita, dan hampir setiap penemuan dalam sejarah bisa merubah kehidupan umat manusia hingga dunia. Salah satunya adalah api, sedikit aneh memang kalau kita membicarakan tentang api, namun api yang kita pergunakan memang merubah bagi kehidupan, dan kita juga harus tahu sejarah pertama kali api itu ditemukan di dunia ini. Api sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia walau kadang api ini menimbulkan masalah. Tergantung seperti apa api itu kita gunakan, ada pepatah mengatakan "kecil jadi kawan dan besar jadi lawan". Manfaat api memang sudah bisa kita rasakan dalam kehidupan seperti untuk penerangan, memasak, menghangatkan tubuh dan lain sebagainya.

Dan terkadang kita bertanya-tanya bagaimana api mula-mula ditemukan dan siapa penemunya?, Api atau energi panas yang pada awalnya bisa kita dapatkan dengan membenturkan dua buah batu atau dengan mmenggesekan dua buah kayu, sehingga akan menimbulkan percikan api yang kemudian bisa kita gunakan pada ranting kering atau daun kering yang kemudian bisa menjadi sebuah api. Pertama kali api dikenal adalah pada zaman purba yang secara tidak sengaja mereka melihat petir yaitu cahaya panas dilangit yang menyambar pohon-pohon disekitarnya, sehingga api itu pun muncul membakar pohon-pohon itu. Mulai dari situ lah peradaban mulai berubah, para manusia purba itu pun baru mengenal api untuk memasak, penerangan dan yang lainnya.

 

 

      SISTEM KEPERCAYAAN

Pada saat itu masyarakat sudah mengenal kepercayaan pada tingkat awal. Mereka yakin bahwa ada hubungan antara orang yang sudah meninggal dan yang masih hidup. Mereka telah mengenal kepercayaan sistem penguburan sebagai bukti penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Hal ini terbukti dengan didirikan kuburan sebagai bukti penghormatan terakhir pada orang yang meninggal Hal ini menunjukkan bahwa telah muncul kepercayaan pada masa berburu dan meramu. Dengan penguburan berarti telah muncul konsep kepercayaan tentang adanya hubungan antara orang yang sudah meninggal dengan yang masih hidup.

Kepercayaan terhadap roh inilah dikenal dengan istilah Aninisme. Aninisme berasal dari kata Anima artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Di samping adanya kepercayaan animisme, juga terdapat kepercayaan Dinamisme. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu chalcedon (batu indah) dianggap memiliki kekuatan.

Manusia purba di Indonesia pada masa ini diperkirakan sudah mengenal bahwa jenazah manusia itu harus dikubur. Kesadaraan akan adanya kekuatan gaib di luar perhitungan manusia. Itulah yang menjadi dasar kepercayaan.


Bangsa Proto Melayu dan Bangsa Deutero Melayu

a.      A. Bangsa Proto Melayu (Bangsa Melayu Tua)

Kira-kira pada tahun 1500 SM bangsa Proto Melayu masuk ke Indonesia. Bangsa Proto Melayu memasuki Indonesia melalui dua jalur/jalan, yakni jalan barat, yaitu melalui Malaya - Sumatra dan jalan timur, yaitu melalui Pilipina - Sulawesi Utara. Bangsa Proto Melayu memiliki kebudayaan yang setingkat lebih tinggi daripada kebudayaan Homo Sapiens Indonesia. Kebudayaan mereka adalah kebudayan batu-baru atau Neolitikum (neo = baru, lithos = batu). Meskipun barang-barang hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah dikerjakan dengan baik. Barang-barang hasil kebudayaan yang terkenal ialah kapak persegi dan kapak lonjong.

Kebudayaan kapak persegi dibawa oleh bangsa Proto Melayu yang melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak lonjong dibawa melalui jalan timur. Bangsa Proto Melayu akhirnya terdesak dan bercampur dengan bangsa Deutero Melayu yang kemudian menyusul masuk ke Indonesia.
Bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Proto Melayu, misalnya suku bangsa Batak, Dayak, dan Toraja.


B. Bangsa Deutero Melayu (Bangsa Melayu Muda)

Kira-kira tahun 500 SM, nenek moyang kita gelombang ke dua mulai memasuki Indonesia. Bangsa Deutero Melayu memasuki Indonesia melalui satu jalan saja, yaitu jalan barat (yakni melalui Malaya-Sumatera). Menurut N. Daldjoeni (1984), bangsa Deutero Melayu atau Melayu Muda ini berasal dari Dongson di Vietnam Utara, sehingga mereka ini kadang kala disebut orang-orang Dongson. Mereka telah memiliki kebudayaan yang lebih tinggi daripada bangsa Proto Melayu.

Peradaban mereka ditandai dengan kemampuan mengerjakan logam dengan sempurna. Barang-barang hasil kebudayaan mereka telah terbuat dari logam. Mula-mula dari perunggu dan kemudian dari besi. Hasil kebudayaan logam di Indonesia yang terpenting ialah kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Di bidang pengolahantanah, mereka telah sampai pada usaha irigasi atas tanah-tanah pertanian
yang berhasil mereka wujudkan, yakni dengan membabad hutan terlebih dahulu.

Sudah selayaknya mereka mencari daerah-daerah seperti di Jawa dan pantai-pantai Sumatra untuk digarap seperti di negeri asal mereka. Mereka juga telah mengenal perikanan laut dan pelayaran, sehingga rute perpindahan ke Nusantara juga memanfaatkan jalan laut. Bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Deutero Melayu, misalnya suku bangsa Jawa, Madura, Menado dan Melayu (Sumatra, Kalimantan dan Malaka). Selanjutnya berdasarkan perbedaan ras, manusia ( penduduk ) Indonesia awal paling tidak ada 4 (empat) ras, yaitu Manusia Purba, Ras Weddid (Wedda), Ras Papua - Melanesoida (Negrito), dan Ras Melayu (Austronesia).

0 comments:

Posting Komentar